Senin, 19 Oktober 2015

PERBEDAAN AUTISME DAN SINROM DOWN

Rasa penasaran masyarakat awam mengenai autisme kian menigkat karena jumlah penderita autisme semakin banyak. Namun, pemahaman mengenai autisme ini masih sering keliru. Masyarakat menganggap autisme sama dengan Sindrom Down, padahal ini jelas merupakan 2 hal yang berbeda. Mari kita bahas beberapa perbedaan tersebut!


AUTISME


Pengertian dan Epidemiologi Autisme

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu 'aut' yang berarti 'diri sendiri' dan 'ism' yang secara tidak langsung menyatakan 'orientasi atau arah atau keadaan (state)'. Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri. Tahun 1987 rasio jumlah autisme adalah 1: 5.000, namun tahun 2007 lalu di AS menurut laporan Center for Disease Control memiliki rasio autisme 1:150 (di antara 150 anak, ada satu anak autisme). Sedangkan di Inggris disebutkan rasionya yaitu 1:100.


Faktor Penyebab Autisme

Beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti: prematur, postmatur, perdarahan antenatal pada trimester pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Teori lain:
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile x (20-30%). Disebut fragile-x karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan x-linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).

2. Gangguan pada Sistem saraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia, dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu  maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.

3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang umur antara 1-10 tahun, dari 120 orang itu 97 anak adalah anak laki-laki dan 23 orang anak adalah perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak-anak ini mengalami gangguan metabolisme kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak (83,3%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66%) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (dr. Melly Budiman, Sp.KJ, 2003).
Penelitian ini  menghubungkan sistem autism dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.

4. Kemungkinan Lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak bicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.


Tanda-Tanda Autisme

Dalam dunia medis dikenal dengan istilah autisme invantil kemudian diperpendek menjadi autisme, kemudian diperpendek lagi oleh awan menjadi autis. Istilah yang lain dari autis juga disebut spectrum disorder karena spektrumnya luas. artinya spektrumnya luas maka gejalanya sangat variatif. Antara lain hiperaktif, dan hipoaktif, tingkah laku anak yang suka menyerang, ada yang suka menyakiti diri sendiri, ada yang pintar, ada yang bodoh.



DSM IV (Diagnostic Statistical Manual yang dikembangkan oleh para psikiater dari Amerika) mendefinisikan anak autis sebagai berikut:
1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b, dan c, meliputi sekurang-kurangnya:
satu item dari kelompok a, b, dan c.
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling sedikit dua di antara berikut:
a) Memiliki kesulitan dalam menggunakan berbagai perilaku non verbal seperti kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya yang mengatur interaksi sosial.
b) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya
c) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara spontan dengan orang lain (seperti: kurang tampak adanya perilaku memperlihatkan, membawa atau menunjukkan objek yang menjadi minatnya)
d) Ketidakmampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal balik

b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit satu dari yang berikut:
a) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak (bukan disertai dengan mencoba untuk mengkompensasinya melalui cara-cara komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau lainnya)
b) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain
c) Pemakaian bahasa yang stereotipe atau berulang-ulang atau bahasa yang aneh (idiosyncantric)
d) Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.

c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut:
a) Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan stereotipe baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.
b) Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus, atau yang tidak memiliki manfaat.
c) Perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti: memukul-mukulkan atau mengerak-gerakkan tangannya atau mengetuk-ngetuk jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya). Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (object).

2. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia tiga tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut: (1) interaksi sosial, (2) penggunaan bahasa untuk berkomunikasi, (3) simbolis atau berimajinasi

3. Sebaiknya tidak dikelompokkan ke dalam Rett Disorder, Childhood Integrative Disorder, atau Asparger Syndrom.


Deteksi Dini Autisme

Jika saat hamil sang ibu menderita campak, herpes ataupun rubella, apalagi jika penyakit itu diderita saat trimester pertama, maka saat anaknya lahir harus diwaspadai bisa jadi sang anak bisa terpengaruh perkembangan otaknya yang akan berimbas kepada autisme.
Pada sebagian kasus autisme terdeteksi pada usia 1,5 sampai usia dua tahun, saat hamil, proses kelahiran serta perkembangannya normal, namun kemudian terjadi kemunduran. Misalnya, sudah bisa berbicara tapi sekarang tidak bisa lagi, atau tiba-tiba sekarang menjadi hyper.
Ciri fisik yang bisa diamati adalah anak terlihat tidak responsif, tatap matanya sejak kecil tidak ada. Tidak merespons candaan ibu alias cuek, dan tidak berusaha mencari suara ibu saat dipanggil.


Bagaimana Terapi untuk Penyandang Autisme?

Terapi untuk anak autis ada dua macam, yaitu terapi dari luar tubuh dan terapi dari dalam. Terapi dilakukan harus dengan intensif, komprehensif, dan beraneka macam.
Terapi dari luar dilakukan dengan :
Pertama, bagi anak yang tidak bisa berbicara maka harus mendapatkan terapi bicara terlebih dahulu.

Kedua, terapi okupasi atau terapi untuk merangsang dan melenturkan otot-otot halus. Pada umumnya anak autis ototnya sangat kuat namun kaku, saat ia memukul sesuatu dengan sangat keras, namun disaat memegang pensil tanganya menjadi tidak bertenaga atau lemas, seolah tak ada tenaga sama sekali.

Ketiga, terapi perilaku. Jadi perilaku yang tidak wajar dihilangkan, diganti dengan perilaku yang wajar. Jenis terapi perilaku yang banyak digunakan:
1. Metode ABA (Apllied Behavioral Analysis): terapi dilakukan dengan memberikan positive reinforcement bila anak menuruti perintah terapis.
2. Metode option : child centered, dimana terapis selalu mengikuti kemauan anak
3. Metode floor time: terapi bermain yang dilakukan pada anak

Keempat, terapi integrasi sensoris. Terapi ini diperuntukkan bagi keseimbangannya tidak bagus atau panca inderanya ada gangguan.

Sedangkan terapi dari dalam tubuh dapat dilakukan dengan pemeriksaan kondisi kesehatan.
Pada umumnya anak autis mempunyai alergi terhadap makanan dan biasanya dari beberapa jenis makanan. Maka langkahnya adalah dengan menyembuhkan alergi tersebut, baru kemudian diterapi.
Ada juga anak yang pencernaannya mengalami gangguan berupa intensitas buang air besar yang sangat jarang, dan biasanya baunya luar biasa. Bisa jadi di organ pencernaan anak itu banyak jamur dan kumannya.

Pada sekelompok anak autistic dengan gejala-gejala seperti temper tantrums, agresivitas, melukai diri sendiri, hiperaktivitas dan stereotip, pemberian obat-obatan yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari program terapi yang komprehensif. Obat-obat yang digunakan antara lain:
1. Antipsikotik
a. Risperidone
b. Olanzapine
c. Aripripazole
2. SSRI
a. Fluoxetine
b. Setraline
3. Methylpenidate (menurunkan hiperaktivitas, inatensi)
4. Naaltrexon (antagonis opioida)
5. Clomiperamine (antidepresan)





SINDROM DOWN


Pengertian dan Epidemiologi Sindrom Down

Sindrom Down (SD) atau trisomi 21 (47,XX, +21 atau 47,XY, + 21) adalah gangguan kromosom tersering pada kelahiran hidup. Sekitar 1 dari 800 sampai 1 dari 900 kelahiran hidup mengidap SD. Normalnya pada saat pembuahan bayi mewarisi informasi genetik dari orangtua dalam bentuk 46 kromosom: 23 dari ibu dan 23 dari ayah. Namun pada SD seorang anak mendapat ekstra kromosom 21- untuk total 47 kromosom, bukan 46. 

Faktor Penyebab Sindrom Down

Kegagalan berpisah kromosom 21 saat pembelahan sel (meiosis) adalah penyebab SD pada 95% kasus. Dari kasus-kasus  ini, 95% dari kromosom 21 tambahan berasal dari ibu. Usia ibu adalah suatu faktor resiko yang besar pada SD. Sebagai contoh, perempuan usia kurang dari 30 tahun memiliki risikonya adalah 1 dalam 1000 mengandung janin dengan trisomi 21 dibandingkan dengan perempuan  berusia 40 tahun, yang risikonya adalah 1 dalam 100.



Tanda Klinis Sindrom Down

Pengidap SD memperlihatkan gambaran wajah yang khas, berupa mata menyipit ke atas, wajah rata, lipatan epikantus, dan membesarnya lidah. Populasi pasien ini memperlihatkan retardasi pertumbuhan dan mental dengan derajat bervariasi. Pasien SD juga berisiko mengidap penyakit lain, seperti cacat jantung bawaan, gangguan pendengaran, stenosis duodenum, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.


Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%). 

Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis – garis transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren. 

Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka sering berada antara 20 – 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi.

Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi. 

Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak – anak sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang – orang lanjut usia. 

Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus maksilaris. 

Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik – titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus.

Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata. Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas. 

Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira – kira 60–80% anak penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu telinga.  

Tipe Sindrom Down

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari tipe ini. 
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus. 
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya kondisi si penderita lebih ringan.

Apakah Sindrom Down dapat diwariskan?

Sebagian besar kasus SD tidak mewarisi. Bila kondisi ini disebabkan oleh trisomi 21, peristiwa acak selama pembentukan sel-sel reproduksi. Kelainan yang biasanya terjadi di sel telur, tapi kadang-kadang terjadi pada sel-sel sperma. Kesalahan dalam pembelahan sel yang disebut hasil non-disjunction dalam sel reproduksi dengan jumlah abnormal kromosom. Sebagai contoh, sebuah sel telur atau sperma bisa memperoleh tambahan salinan kromosom 21. Jika salah satu sel reproduksi atipikal berkontribusi susunan genetik seorang anak, anak akan memiliki ekstra kromosom 21 di setiap sel-sel tubuh.

Mosaic Down Syndrome juga tidak diwariskan. itu terjadi sebagai peristiwa acak selama pembelahan sel dalam perkembangan janin. Akibatnya, beberapa sel-sel tubuh memiliki dua salinan biasa kromosom 21, dan sel-sel lain memiliki tiga kopi dari kromosom ini.

Translokasi Down Syndrome dapat diwariskan. Orang yang terpengaruh dapat membawa penyusunan kembali materi genetik antara kromosom 21 dan kromosom lain. Penataan ini disebut translokasi seimbang karena tidak memiliki tanda-tanda Sindrom Down, orang yang membawa jenis translokasi berimbang berada pada peningkatan risiko memiliki anak dengan kondisi tersebut.

Deteksi Dini Sindrom Down

Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi sindrom Down. Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.

Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan. 

Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih tinggi.

Apakah Sindrom Down Bisa Disembuhkan?

Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi mental pada penderita sindrom Down, masih belum ada yang mampu mengatasi kondisi ini. Walau demikian usaha pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita sindrom Down akan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita dan dapat memperpanjang usianya.



KESIMPULAN  

Perbedaan antara Syndrome Down dan Autisme

Syndrome Down itu disebabkan oleh adanya kelainan kromosom. Pada saat pembuahan ada kromosom yang menyimpang. Sedangkan Autisme bukan karena adanya kelainan kromosom, namun dikarenakan adanya kelemahan genetik. Dan ditunjang oleh paparan negatif dari lingkungan. Namun pada beberapa kasus autis disebabkan adanya predisposisi yang diturunkan oleh ayah dan ibu secara bersama-sama, bukan oleh salah satunya tetapi kedua-duanya.

Syndrome Down memiliki gangguan bentuk fisik dan retardasi mental, sedangkan autisme tidak memiliki gangguan bentuk fisik maupun retardasi mental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar