Jumat, 23 Oktober 2015

HUBUNGAN IKTERUS DAN ASI

HUBUNGAN IKTERUS DENGAN ASI

gambar 1. newborn jaundice

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Penyebab ikterus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor fase prehepatik (produksi yang berlebihan dan gangguan transportasi), fase intrahepatik (gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar), dan fase pascahepatik (gangguan dalam ekskresi).

Sekitar 1 dari 200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat kenaikan bermakna dari bilirubin tak terkonjungasi antara umur 4 dan 7 hari, mencapai kadar maksimal setinggi 10-30 mg/dL, selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap menurun dan kemudian dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum yang cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubinemia tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya. Jika ada indikasi, fototerapi mungkin bermanfaat. Bayi ini tidak mempunyai tanda-tanda penyakit lain, dan kernikterus belum pernah dilaporkan. ASI dari beberapa ibu ini mengandung 5-ß-pregnane-3alfa, 20-ß-diol atau asam lemak rantai panjang nonsterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas konjugasi glukoronil transferase. Pada ibu lain ASInya mengandung glukoronidase yang dapat menyebabkan ikterus.

Sindrom ini harus dibedakan dari hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang menonjol dan mulainya dini pada umur satu minggu, bila bayi yang minum ASI mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi daripada bayi yang minum susu formula. Pengamatan ini mungkin disebabkan  kurangnya pemasukan susu disertai dehidrasi atau kurang pemasukan kalori. Memberi tambahan air gula pada bayi yang minum ASI dihubungkan dengan kadar bilirubin yang lebih tinggi, sebagian disebabkan oleh menurunnya masukan densitas ASI yang tinggi kalori. Frekuensi menyusu yang sering (>10/24 jam), rooming in menyusu pada malam hari, dan menghindari penambahan dekstrose 5% atau air dapat mengurangi insidens ikterus awal karena ASI.

Ikterus lebih sering terjadi pada bayi yang memperoleh ASI dibanding bayi yang memperoleh susu formula. Ada dua macam ikterus yang dapat terjadi sehubungan dengan ASI:
* Breastmilk jaundice (1% bayi baru lahir): Ikterus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena ASI berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus). Penyebab ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang peran, yaitu :
·      terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3-α 20 betadiol di dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA)
·      peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat fungsi glukoronid transferase di hati
·      peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya peningkatan aktivitas ß glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi.
·      defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.
            Keadaan ini tidak memerlukan penghentian pemberian ASI karena tipe jaundice ini ringan dan sama sekali tidak pernah menimbulkan kernicterus atau bahaya lainnya. Tipe jaundice ini hanya memiliki sedikit sekali kenaikan bilirubin dan akan menghilang seiring dengan makin matangnya fungsi hati bayi pada usia 3-10 minggu. Secara umum, jaundice karena sebab apapun tidak pernah merupakan alasan untuk menghentikan pemberian ASI.

* Breastfeeding jaundice (5-10% bayi baru lahir): Hal ini terjadi pada minggu pertama setelah lahir pada bayi yang tidak memperoleh cukup ASI. Bilirubin akan dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk empedu yang dialirkan ke usus. Selain itu, empedu dapat terurai menjadi bilirubin di usus besar untuk kemudian diserap kembali oleh tubuh. Jika bayi tidak memperoleh cukup ASI, gerakan usus tidak banyak terpacu sehingga tidak banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan sebagai empedu. Dan bayi yang tidak memperoleh cukup ASI tidak mengalami buang air besar yang cukup sering sehingga bilirubin hasil penguraian empedu akan tertahan di usus besar dan diserap kembali oleh tubuh. Selain itu kolostrum yang banyak terkandung pada ASI di hari-hari awal setelah persalinan memicu gerakan usus dan BAB. Karena itu, menyusui harus dilakukan minimal 8-12 kali per hari dalam beberapa hari pertama. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :
·      bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
·      posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
·      berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
·      bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
·      jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu.
·      menilai apakah bayi telah memperoleh asupan ASI yang cukup, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan:
·      Bayi yang memperoleh ASI tanpa suplemen apapun akan mengalami berkurangnya berat badan maksimal (< 10% berat lahir) pada usia 3 hari. Jika berat badan bayi berkurang ≥ 10% berat lahir pada hari ketiga, kecukupan ASI harus dievaluasi.
·      Bayi yang memperoleh cukup ASI akan BAK dengan membasahi seluruh popoknya 4-6 kali per hari dan BAB 3-4 kali pada usia 4 hari. Pada usia 3-4 hari, feses bayi harus telah berubah dari mekonium (warna gelap) menjadi kekuningan dengan tekstur lunak.

            Diagnosis ikterus karena ASI, semua penyebab ikterus harus disingkirkan. Orangtua dapat ditanyakan apakah anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar 70% bayi baru lahir yang saudara sebelumnya mengalami ikterus karena ASI akan mengalami ikterus pula. Beratnya ikterus bergantung pada kematangan hati untuk mengkonyugasi kelebihan bilirubin indirek ini. Untuk kepastian diagnosis apalagi bila kadar bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl selama lebih dari 24 jam adalah dengan memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian menghentikan pemberian ASI selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori dari makanan lain berupa ASI dari donor atau  pengganti ASI dan ibu tetap diperah agar produksi ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin diperiksa ulang, bila penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis dapat dipastikan. Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat diberikan kembali. Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada peningkatan kembali.
            Pada sebagian besar kasus penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi kesempatan hati mengkonyugasi bilirubin indirek yang berlebihan tersebut, sehingga apabila ASI diberikan kembali kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur menurun.
            Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian pemberian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus lainnya. Masih terdapat kontroversi untuk tetap melanjutkan pemberian ASI atau dihentikan sementara pada keadaan ikterus karena ASI. Biasanya kadar bilirubin akan menurun drastis bila ASI dihentikan sementara.
            Tata laksana pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan tata laksana hiperbilirubinemia.Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu tetap menyusui  atau memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks isapnya. Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI saja.

gambar 2. tatalaksana ASI pada newborn jaundice

            Breastfeeding jaundice yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi, sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut :
1. Jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.
2. Dilakukan skrining hipotiroid
3. Jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan total.
            Manajemen dan penyimpanan ASI, pada breastfeeding jaundice dan breastmilk jaundice diperlukan manajemen ASI yang benar. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI. Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat. Bayi disusui segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI. Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk ke mulut bayi, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah. Pada ikterus karena ASI yang ‘terpaksa’ harus menghentikan ASI untuk sementara, sebaiknya diberikan pengganti ASI dengan tidak menggunakan dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir. ASI harus sering diperah dan disimpan dengan tepat terutama pada ibu yang bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI yang diperah:
1.      ASI yang telah diperah dan belum diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya disimpan dalam lemari es.
2.      ASI dapat disimpan selama 2 jam dalam lemari es dengan menggunakan kontainer yang bersih, misalnya plastic
3.      ASI yang diperah harus tetap dingin terutama selama dibawa transportasi.
4.      ASI yang tidak digunakan selama 48 jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan dapat disimpan selama 3 bulan.
5.      Sebaiknya diberi label tanggal pada ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan, ASI yang awal disimpan yang digunakan.
6.      Jangan  memanaskan ASI dengan direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga jangan mencairkan ASI beku langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke lemari es pendingin agar mencair baru dihangatkan

Tabel 1. Manajemen Penyimpanan ASIP (ASI Perah)


Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan ASI secara eksklusif sekalipun mengalami ikterus. Sebelum dinyatakan tidak ikterus, risiko bayi mengalami hiperbilirubinemia harus dinilai. Penilaian ini oleh American Academy of Pediatrics disarankan dengan melakukan pengukuran kadar bilirubin (TSB atau TcB), penilaian faktor risiko, atau keduanya. Yang merupakan faktor risiko adalah:

Faktor risiko mayor:
* TSB atau TcB di high-risk zone
* Jaundice dalam 24 jam pertama
* Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus
* Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang dibutuhkan
   sel darah merah untuk dapat berfungsi normal
* Usia gestasi 35-36 minggu
* Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung
* Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran yang
   dibantu vakum
* Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi, ditandai
   dengan penurunan berat badan yang berlebihan
* Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina

Faktor risiko minor:
* TSB atau TcB di high intermediate-risk zone
* Usia gestasi 37-38 minggu
* Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB
* Riwayat jaundice pada saudara sekandung
* Bayi besar dari ibu yang diabetic
* Usia ibu ≥ 25 tahun
* Bayi laki-laki


Jika tidak ditemukan satu pun faktor risiko, risiko jaundice pada bayi sangat rendah.
Pemeriksaan bayi pertama kali setelah meninggalkan RS adalah pada usia 3-5 hari karena pada usia inilah umumnya bayi memiliki kadar bilirubin tertinggi. Secara detail, jadwal pemeriksaan bayi setelah meninggalkan RS/RB adalah sebagai berikut:
* Jika bayi meninggalkan RS < usia 24 jam dilakukan pemeriksaan pada usia 72 jam (3 hari)
* Jika bayi meninggalkan RS pada usia antara 24 – 47,9 jam dilakukan pemeriksaan pada usia 96 jam (4 hari)
* Jika bayi meninggalkan RS pada usia antara 48 – 72 jam dilakukan pemeriksaan pada usia 120 jam (5 hari)

Pemeriksaan yang dilakukan harus meliputi:
* Berat badan bayi dan perubahan dari berat lahir
* Kecukupan asupan ASI/susu formula
* Pola BAK dan BAB
* Ada tidaknya jaundice

Jika ada keraguan mengenai penilaian derajat jaundice, pemeriksaan kadar bilirubin harus dilakukan. Jika ada satu atau lebih faktor risiko, pemeriksaan setelah meninggalkan RS/RB dapat dilakukan lebih awal. Selain pemeriksaan kadar bilirubin, penyebab jaundice juga harus dicari. Misalnya dengan memeriksa kadar bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi, melakukan urinalisis dan kultur urin jika yang meningkat terutama adalah kadar bilirubin terkonjugasi, melakukan pengukuran kadar enzim tertentu jika ada riwayat serupa dalam keluarga atau bayi menunjukkan tanda-tanda spesifik.

Penatalaksanaan pada ikterus yang berhubungan dengan ASI, sebagian besar jaundice adalah keadaan fisiologis yang tidak membutuhkan penanganan khusus selain dilanjutkannya pemberian ASI yang cukup. Namun pada keadaan tertentu, jaundice memerlukan terapi khusus yaitu terapi cahaya atau exchange transfusion.

Terapi cahaya, perlu tidaknya terapi cahaya ditentukan dari kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang dimiliki bayi. 
gambar 3. terapi cahaya pada newborn jaundice

Beberapa faktor risiko yang penting yaitu:
* Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri)
* Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
* Kekurangan oksigen
* Kondisi lemah/tidak responsive
* Tidak stabilnya suhu tubuh
* Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
* Gangguan keasaman darah
* Kadar albumin (salah satu protein tubuh) < 3.0 g/dL
            Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan. Namun ASI juga dapat dihentikan sementara untuk menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan efek terapi cahaya. Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan:
* Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam
* Jika TSB ≥25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam
* Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam
* Jika TSB <20 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 4-6 jam
* Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam
* Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion, pertimbangkan exchange transfusion.

Pada penyakit hemolisis autoimun, pemberian globulin (gamma globulin) direkomendasikan jika TSB tetap meningkat dengan terapi cahaya atau TSB berada 2-3 mg/dL dari batas perlunya exchange transfusion. Pemberian ini dapat diulangi dalam 12 jam. Pemberian globulin dapat menghindari perlunya exchange transfusion pada bayi dengan ketidakcocokan rhesus atau golongan darah.

Penghentian terapi cahaya ditentukan oleh usia bayi saat dimulainya terapi tersebut, kadar bilirubin, dan penyebab jaundice. Pada bayi yang diterapi cahaya setelah sempat dipulangkan dari RS/RB pasca kelahiran, terapi cahaya umumnya dihentikan jika kadar bilirubin sudah di bawah 13-14 mg/dl. Pengukuran ulang bilirubin setelah 24 jam penghentian terapi direkomendasikan terutama pada bayi dengan penyakit hemolisis atau bayi yang menyelesaikan terapi cahaya sebelum usia 3-4 hari.

Exchange transfusion. Penanganan khusus lainnya yang mungkin diperlukan pada bayi dengan jaundice adalah exchange transfusion. Exchange transfusion adalah tindakan di mana darah pasien diambil sedikit demi sedikit dengan meningkatkan volume pengambilan pada setiap siklusnya, untuk kemudian digantikan dengan darah transfusi dengan jumlah yang sama.
gambar 4. terapi exchange transfusion pada newborn jaundice


Exchange transfusion dilakukan dengan segera pada bayi dengan gejala ’acute bilirubin encephalopathy’ seperti meningkatnya ketegangan otot, meregangnya bayi dengan posisi seperti busur, demam, tangisan dengan nada tinggi, atau jika TSB ≥ 5 mg/dl di atas kurva yang sesuai.
Jika kadar TSB berada pada level di mana exchange transfusion dibutuhkan atau ≥ 25 mg/dl, hal ini adalah keadaan gawat darurat dan harus segera ditangani.

KESIMPULAN 

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Penyebab ikterus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor fase prehepatik (produksi yang berlebihan dan gangguan transportasi), fase intrahepatik (gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar), dan fase pascahepatik (gangguan dalam ekskresi).

Sekitar 1 dari 200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat kenaikan bermakna dari bilirubin, hal ini disebabkan karena ASI dari beberapa ibu ini mengandung 5-ß-pregnane-3alfa, 20-ß-diol atau asam lemak rantai panjang nonsterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas konjugasi glukoronil transferase. Pada ibu lain ASInya mengandung glukoronidase yang dapat menyebabkan ikterus.

Ikterus ini dapat terjadi antara umur 4 dan 7 hari, mencapai kadar maksimal setinggi 10-30 mg/dL, selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap menurun dan kemudian dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika ada indikasi, fototerapi mungkin bermanfaat. Bayi ini tidak mempunyai tanda-tanda penyakit lain, dan kernikterus belum pernah dilaporkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar