HUBUNGAN IKTERUS DENGAN ASI
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Penyebab ikterus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor fase prehepatik (produksi yang berlebihan dan gangguan transportasi), fase intrahepatik (gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar), dan fase pascahepatik (gangguan dalam ekskresi).
Sekitar 1 dari 200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat
kenaikan bermakna dari bilirubin tak terkonjungasi antara umur 4 dan 7 hari,
mencapai kadar maksimal setinggi 10-30 mg/dL, selama minggu ke-2 sampai minggu
ke-3. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap
menurun dan kemudian dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih
rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum turun dengan
cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1-2
hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin
serum yang cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan
hiperbilirubinemia tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya. Jika
ada indikasi, fototerapi mungkin bermanfaat. Bayi ini tidak mempunyai tanda-tanda
penyakit lain, dan kernikterus belum pernah dilaporkan. ASI dari beberapa ibu
ini mengandung 5-ß-pregnane-3alfa, 20-ß-diol atau asam lemak rantai panjang
nonsterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas konjugasi
glukoronil transferase. Pada ibu lain ASInya mengandung glukoronidase yang
dapat menyebabkan ikterus.
Sindrom ini harus dibedakan dari hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
yang menonjol dan mulainya dini pada umur satu minggu, bila bayi yang minum ASI
mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi daripada bayi yang minum susu
formula. Pengamatan ini mungkin disebabkan
kurangnya pemasukan susu disertai dehidrasi atau kurang pemasukan
kalori. Memberi tambahan air gula pada bayi yang minum ASI dihubungkan dengan
kadar bilirubin yang lebih tinggi, sebagian disebabkan oleh menurunnya masukan
densitas ASI yang tinggi kalori. Frekuensi menyusu yang sering (>10/24 jam),
rooming in menyusu pada malam hari, dan menghindari penambahan dekstrose 5%
atau air dapat mengurangi insidens ikterus awal karena ASI.
Ikterus lebih sering terjadi pada bayi yang memperoleh ASI dibanding
bayi yang memperoleh susu formula. Ada dua macam ikterus yang dapat terjadi
sehubungan dengan ASI:
*
Breastmilk jaundice (1% bayi baru lahir): Ikterus
karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik ikterus
karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari
pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu
dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena
ASI berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya
akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus
karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin
indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus). Penyebab
ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan
memegang peran, yaitu :
·
terdapat hasil metabolisme
hormon progesteron yaitu pregnane3-α 20 betadiol di dalam ASI yang menghambat
uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA)
·
peningkatan konsentrasi asam
lemak bebas yang nonesterified yang menghambat fungsi glukoronid transferase di
hati
·
peningkatan sirkulasi enterohepatik
karena adanya peningkatan aktivitas ß glukoronidase di dalam ASI saat berada
dalam usus bayi.
·
defek pada aktivitas uridine
diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi homozigot atau
heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.
Keadaan ini tidak memerlukan
penghentian pemberian ASI karena tipe jaundice ini ringan dan sama sekali tidak
pernah menimbulkan kernicterus atau bahaya lainnya. Tipe jaundice ini hanya
memiliki sedikit sekali kenaikan bilirubin dan akan menghilang seiring dengan
makin matangnya fungsi hati bayi pada usia 3-10 minggu. Secara umum, jaundice
karena sebab apapun tidak pernah merupakan alasan untuk menghentikan pemberian
ASI.
*
Breastfeeding jaundice (5-10% bayi baru lahir):
Hal ini terjadi pada minggu pertama setelah lahir pada bayi yang tidak
memperoleh cukup ASI. Bilirubin akan dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk empedu
yang dialirkan ke usus. Selain itu, empedu dapat terurai menjadi bilirubin di
usus besar untuk kemudian diserap kembali oleh tubuh. Jika bayi tidak memperoleh
cukup ASI, gerakan usus tidak banyak terpacu sehingga tidak banyak bilirubin
yang dapat dikeluarkan sebagai empedu. Dan bayi yang tidak memperoleh cukup ASI
tidak mengalami buang air besar yang cukup sering sehingga bilirubin hasil
penguraian empedu akan tertahan di usus besar dan diserap kembali oleh tubuh.
Selain itu kolostrum yang banyak terkandung pada ASI di hari-hari awal setelah
persalinan memicu gerakan usus dan BAB. Karena itu, menyusui harus dilakukan
minimal 8-12 kali per hari dalam beberapa hari pertama. Untuk mengurangi
terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :
·
bayi dalam waktu 30 menit
diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
·
posisi dan perlekatan bayi pada
payudara harus benar
·
berikan kolostrum karena dapat
membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung
bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi
kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
·
bayi disusukan sesuai
kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
·
jangan diberikan air putih, air
gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu.
·
menilai apakah bayi telah memperoleh
asupan ASI yang cukup, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan:
·
Bayi yang memperoleh ASI tanpa
suplemen apapun akan mengalami berkurangnya berat badan maksimal (< 10%
berat lahir) pada usia 3 hari. Jika berat badan bayi berkurang ≥ 10% berat
lahir pada hari ketiga, kecukupan ASI harus dievaluasi.
·
Bayi yang memperoleh cukup ASI
akan BAK dengan membasahi seluruh popoknya 4-6 kali per hari dan BAB 3-4 kali
pada usia 4 hari. Pada usia 3-4 hari, feses bayi harus telah berubah dari
mekonium (warna gelap) menjadi kekuningan dengan tekstur lunak.
Diagnosis ikterus karena ASI, semua penyebab ikterus harus disingkirkan. Orangtua dapat
ditanyakan apakah anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar 70% bayi baru
lahir yang saudara sebelumnya mengalami ikterus karena ASI akan mengalami
ikterus pula. Beratnya ikterus bergantung pada kematangan hati untuk mengkonyugasi
kelebihan bilirubin indirek ini. Untuk kepastian diagnosis apalagi bila kadar
bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl selama lebih dari 24 jam adalah
dengan memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian
menghentikan pemberian ASI selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori
dari makanan lain berupa ASI dari donor atau pengganti ASI dan ibu tetap
diperah agar produksi ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin
diperiksa ulang, bila penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis dapat
dipastikan. Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat
diberikan kembali. Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada
peningkatan kembali.
Pada sebagian besar kasus
penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi kesempatan hati mengkonyugasi
bilirubin indirek yang berlebihan tersebut, sehingga apabila ASI diberikan
kembali kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur menurun.
Apabila kadar bilirubin tidak turun
maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur
kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah
penghentian pemberian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena
ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus lainnya. Masih
terdapat kontroversi untuk tetap melanjutkan pemberian ASI atau dihentikan
sementara pada keadaan ikterus karena ASI. Biasanya kadar bilirubin akan
menurun drastis bila ASI dihentikan sementara.
Tata laksana pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan
diganti dengan air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa
usus dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada
keadaan tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang
dilakukan pada ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan
transfusi tukar sesuai dengan tata laksana hiperbilirubinemia.Yang perlu
diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu
tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan
cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal
menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau
nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks
isapnya. Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah
dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap
3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI
bersama daripada hanya PASI saja.
gambar 2. tatalaksana ASI pada newborn jaundice
Breastfeeding jaundice yang menetap
lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi, sehingga memerlukan
tata laksana sebagai berikut :
1. Jika pemeriksaan fisik, urin
dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.
2. Dilakukan
skrining hipotiroid
3. Jika menetap
sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan total.
Manajemen dan penyimpanan ASI, pada breastfeeding jaundice dan breastmilk jaundice diperlukan
manajemen ASI yang benar. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa
diberikan apa-apa selain ASI. Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila
terdapat perlekatan yang erat. Bayi disusui segera setelah lahir, sering
menyusui dan memerah ASI. Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk
ke mulut bayi, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah.
Pada ikterus karena ASI yang ‘terpaksa’ harus menghentikan ASI untuk sementara,
sebaiknya diberikan pengganti ASI dengan tidak menggunakan dot, tapi
menggunakan sendok kecil atau cangkir. ASI harus sering diperah dan disimpan
dengan tepat terutama pada ibu yang bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI
yang diperah:
1.
ASI yang telah diperah dan
belum diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya disimpan dalam lemari es.
2.
ASI dapat disimpan selama 2 jam
dalam lemari es dengan menggunakan kontainer yang bersih, misalnya plastic
3.
ASI yang diperah harus tetap
dingin terutama selama dibawa transportasi.
4.
ASI yang tidak digunakan selama
48 jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan dapat disimpan selama 3 bulan.
5.
Sebaiknya diberi label tanggal
pada ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan, ASI yang awal disimpan
yang digunakan.
6.
Jangan memanaskan ASI
dengan direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga jangan mencairkan ASI
beku langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke lemari es pendingin agar
mencair baru dihangatkan
Tabel 1. Manajemen Penyimpanan ASIP (ASI Perah)
Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan ASI
secara eksklusif sekalipun mengalami ikterus. Sebelum dinyatakan tidak
ikterus, risiko bayi mengalami hiperbilirubinemia harus dinilai. Penilaian ini
oleh American Academy of Pediatrics disarankan dengan melakukan pengukuran
kadar bilirubin (TSB atau TcB), penilaian faktor risiko, atau keduanya. Yang
merupakan faktor risiko adalah:
Faktor
risiko mayor:
* TSB atau
TcB di high-risk zone
* Jaundice
dalam 24 jam pertama
*
Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus
*
Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang
dibutuhkan
sel darah merah untuk dapat berfungsi normal
* Usia
gestasi 35-36 minggu
*
Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung
* Memar
yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran
yang
dibantu vakum
*
Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan
bayi, ditandai
dengan penurunan berat badan yang berlebihan
* Ras
Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina
Faktor
risiko minor:
* TSB
atau TcB di high intermediate-risk zone
* Usia
gestasi 37-38 minggu
*
Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB
*
Riwayat jaundice pada saudara sekandung
* Bayi
besar dari ibu yang diabetic
* Usia
ibu ≥ 25 tahun
* Bayi
laki-laki
Jika tidak ditemukan satu pun faktor risiko, risiko jaundice pada
bayi sangat rendah.
Pemeriksaan bayi pertama kali setelah meninggalkan RS adalah pada usia 3-5 hari
karena pada usia inilah umumnya bayi memiliki kadar bilirubin tertinggi. Secara
detail, jadwal pemeriksaan bayi setelah meninggalkan RS/RB adalah sebagai
berikut:
* Jika
bayi meninggalkan RS < usia 24 jam dilakukan pemeriksaan pada usia 72 jam (3
hari)
* Jika
bayi meninggalkan RS pada usia antara 24 – 47,9 jam dilakukan pemeriksaan pada
usia 96 jam (4 hari)
* Jika
bayi meninggalkan RS pada usia antara 48 – 72 jam dilakukan pemeriksaan pada
usia 120 jam (5 hari)
Pemeriksaan
yang dilakukan harus meliputi:
* Berat
badan bayi dan perubahan dari berat lahir
* Kecukupan
asupan ASI/susu formula
* Pola
BAK dan BAB
* Ada
tidaknya jaundice
Jika ada keraguan mengenai penilaian derajat jaundice, pemeriksaan
kadar bilirubin harus dilakukan. Jika ada satu atau lebih faktor risiko,
pemeriksaan setelah meninggalkan RS/RB dapat dilakukan lebih awal. Selain
pemeriksaan kadar bilirubin, penyebab jaundice juga harus dicari. Misalnya
dengan memeriksa kadar bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi, melakukan
urinalisis dan kultur urin jika yang meningkat terutama adalah kadar bilirubin
terkonjugasi, melakukan pengukuran kadar enzim tertentu jika ada riwayat serupa
dalam keluarga atau bayi menunjukkan tanda-tanda spesifik.
Penatalaksanaan pada ikterus yang berhubungan dengan ASI, sebagian besar jaundice adalah keadaan fisiologis yang tidak
membutuhkan penanganan khusus selain dilanjutkannya pemberian ASI yang cukup.
Namun pada keadaan tertentu, jaundice memerlukan terapi khusus yaitu terapi
cahaya atau exchange transfusion.
Terapi cahaya, perlu tidaknya
terapi cahaya ditentukan dari kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat
bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang
dimiliki bayi.
gambar 3. terapi cahaya pada newborn jaundice
Beberapa faktor risiko yang penting yaitu:
*
Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan
tubuh sendiri)
*
Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
*
Kekurangan oksigen
*
Kondisi lemah/tidak responsive
* Tidak
stabilnya suhu tubuh
* Sepsis
(keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
*
Gangguan keasaman darah
* Kadar
albumin (salah satu protein tubuh) < 3.0 g/dL
Pada bayi yang menerima ASI yang
harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan.
Namun ASI juga dapat dihentikan sementara untuk menurunkan kadar bilirubin dan
meningkatkan efek terapi cahaya. Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu
diperhatikan:
*
Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam
* Jika
TSB ≥25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam
* Jika
TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam
* Jika
TSB <20 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 4-6 jam
* Jika
TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam
* Jika
TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion,
pertimbangkan exchange transfusion.
Pada penyakit hemolisis autoimun,
pemberian globulin (gamma globulin) direkomendasikan jika TSB tetap meningkat
dengan terapi cahaya atau TSB berada 2-3 mg/dL dari batas perlunya exchange
transfusion. Pemberian ini dapat diulangi dalam 12 jam. Pemberian globulin
dapat menghindari perlunya exchange transfusion pada bayi dengan ketidakcocokan
rhesus atau golongan darah.
Penghentian terapi cahaya ditentukan
oleh usia bayi saat dimulainya terapi tersebut, kadar bilirubin, dan penyebab
jaundice. Pada bayi yang diterapi cahaya setelah sempat dipulangkan dari RS/RB
pasca kelahiran, terapi cahaya umumnya dihentikan jika kadar bilirubin sudah di
bawah 13-14 mg/dl. Pengukuran ulang bilirubin setelah 24 jam penghentian terapi
direkomendasikan terutama pada bayi dengan penyakit hemolisis atau bayi yang
menyelesaikan terapi cahaya sebelum usia 3-4 hari.
Exchange
transfusion. Penanganan khusus lainnya yang mungkin diperlukan pada bayi
dengan jaundice adalah exchange transfusion. Exchange transfusion adalah
tindakan di mana darah pasien diambil sedikit demi sedikit dengan meningkatkan
volume pengambilan pada setiap siklusnya, untuk kemudian digantikan dengan
darah transfusi dengan jumlah yang sama.
gambar 4. terapi exchange transfusion pada newborn jaundice
Exchange transfusion dilakukan dengan segera pada bayi dengan gejala ’acute
bilirubin encephalopathy’ seperti meningkatnya ketegangan otot, meregangnya
bayi dengan posisi seperti busur, demam, tangisan dengan nada tinggi, atau jika
TSB ≥ 5 mg/dl di atas kurva yang sesuai.
Jika kadar TSB berada pada level di mana exchange transfusion dibutuhkan atau ≥
25 mg/dl, hal ini adalah keadaan gawat darurat dan harus segera ditangani.
KESIMPULAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera
mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Penyebab ikterus dapat berdiri
sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor fase prehepatik (produksi yang berlebihan dan gangguan transportasi), fase intrahepatik (gangguan proses “uptake” dan
konjugasi hepar), dan fase
pascahepatik (gangguan dalam ekskresi).
Sekitar 1 dari 200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat
kenaikan bermakna dari bilirubin, hal ini disebabkan karena ASI dari beberapa
ibu ini mengandung 5-ß-pregnane-3alfa, 20-ß-diol atau asam lemak rantai panjang
nonsterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas konjugasi
glukoronil transferase. Pada ibu lain ASInya mengandung glukoronidase yang
dapat menyebabkan ikterus.
Ikterus ini dapat terjadi antara umur 4 dan 7
hari, mencapai kadar maksimal setinggi 10-30 mg/dL, selama minggu ke-2 sampai
minggu ke-3. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap
menurun dan kemudian dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih
rendah. Jika ada indikasi, fototerapi mungkin bermanfaat. Bayi ini tidak
mempunyai tanda-tanda penyakit lain, dan kernikterus belum pernah dilaporkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar